Berjuang atau Cari Tenar?

Penampilan merupakan salah satu syarat masyarakat modern untuk mengada. Demikian pula dalam setiap lingkup hidupnya, pengakuan atas predikat subjek menjadi penting seiring dengan perlombaan manusia mencari identitas. Hal ini tidak hanya terjadi pada subjek, namun juga kepada institusi atau organ masyarakat tertentu. Ketika subjek dalam organ masyarakat haus akan pengakuan, dengan demikian gerakan akan menjadi salah satu sarana eksisten. Kebanalan yang digambarkan Hannah Arendt dalam pribadi Adolf Eichmann kini tidak hanya terkait dengan kriminalitas. Kebanalan merasuk ke dalam moralitas dan mengeringkan rongganya, sehingga manusia berlaku bukan karena dirinya sendiri namun tuntutan atas pengakuan, yaitu predikat yang ditempelkan. Manipulasi identitas dan miskonstruksi jati diri.

Menjadi kecacatan yang biasa ketika demokrasi, feminisme, sosialisme atau nasionalisme, dsb dijadikan pisau tipu kubu yang berseberangan. Suatu partai yang mengatas namakan demokrasi misalnya, justru menerapkan sistem feodal dalam pelaksanaan kegiatannya. Namun keborokan yang lebih lagi terjadi apabila topeng ideologi dan gerakan dijadikan kostum untuk memperoleh tepuk tangan. Yang lebih parah lagi, sering kali gerakan abal-abal justru populer karena apa yang 'dijual' tidak mendalam dan tidak menuntut keringat dan keberanian yang sesungguhnya. Penyakit macam ini tidak dapat tertolong lagi. Dan celakanya, hal itulah yang merambak belakang ini, terutama di era kehausan eksistensi individu-individu yang sudah menjadi alien bagi dirinya sendiri.
'Kehausan eksisten' ini menjadi tantangan dalam tiap gerakan. Demi meraih pengakuan atau pujian, seorang anggota komunal atau kolektif dapat jadi melakukan ideological fallacy
Mari fokus pada bagaimana mereka menyikapi suatu movement fallacy dengan sepele. Bukannya meralat atau menerima kritik, akun tersebut justru mengafirmasi kebutuhan mereka atas gambar bagus dan banyaknya like. Dalam dialog media sosial ini dapat kita lihat bahwa gerakan atas nama perjuangan tidak selamanya murni. Ada -bahkan banyak- gerakan palsu (sebut saja fake movement) yang mengatas namakan gerakan demi eksistensi gerakan atau bahkan pribadi pengelola. Ego pribadi dibawa pada lajunya gerakan dan hal ini yang menyebabkan perlawanan kita kepada penindas nyaris selalu gagal.
Untuk diingat; tidak semua kelompok yang mengatas namakan perjuangan proletar, kaum tertindas atau kelas tertentu merupakan suara yang otentik berasal dari akar rumput. Gerakan-gerakan sosial media harus diwaspadai sebagai gerakan eksistensialis belaka. Tidak perlu menunjuk hidung, kita cukup menilai dan tidak terlibat dalam perjuangan abal-abal. Gerakan bukan tentang dengan siapa kamu berfoto, apa bajumu saat berdemo, atau berapa ribu orang yang mem-follow. Pergerakan adalah mengenai ketertindasan manusia dan alam, bukan popularitas dan ke'kerenan' gerakan.
Comments
0 Comments

0 comments:

http://www.resepkuekeringku.com/2014/11/resep-donat-empuk-ala-dunkin-donut.html http://www.resepkuekeringku.com/2015/03/resep-kue-cubit-coklat-enak-dan-sederhana.html http://www.resepkuekeringku.com/2014/10/resep-donat-kentang-empuk-lembut-dan-enak.html http://www.resepkuekeringku.com/2014/07/resep-es-krim-goreng-coklat-kriuk-mudah-dan-sederhana-dengan-saus-strawberry.html http://www.resepkuekeringku.com/2014/06/resep-kue-es-krim-goreng-enak-dan-mudah.html http://www.resepkuekeringku.com/2014/09/resep-bolu-karamel-panggang-sarang-semut-lembut.html