KETUA BARU FPPI PERIODE 2016-2018

Selamat atas terpilihnya Trisno sebagai ketua baru FPPI Kota Makassar

ANTIVIRUS ORGANISASI??

Pertanyaan yang menjadi judul tulisan ini muncul dari hiruk pikuk yang terjadi ketika organisasi mengalami gangguan dan orang lalu mengatakan bahwa gangguan itu timbul sebagai akibat "ada"-nya suatu virus. Berbagai usaha mengatasi hal itu biasanya dilakukan dengan mengaktivasi program-program yang kategorinya disebut AntiVirus jika dianalogikan pada komputer.

Sebagai istilah yang sebelumnya hanya lazim di lingkungan biomedis, term VIRUS ketika digunakan untuk menjelaskan ihwal gangguan atas komputer ada hubungannya dengan mekanisme internal komputer yang disebut BIOS yang sekilas lalu memang identik dengan peristilahan BIOLOGI. Padahal, istilah BIOS yang berlaku dalam komputer adalah kependekan dari BI yang artinya GANDA dan OS yang merupakan singkatan dari OperatingSystem.

Kenapa komputer berlaku dengan pengerjaan dua sistem operasi ada kaitannya dengan bahwa performa komputer sebagai mesin dari tampilan luarnya adalah seperti televisi yang digabung dengan mesin ketik dalam konfigurasi tertentu berbasis klasifikasi memmory. Walau hal itu hanyalah gambaran dari tampilan luar, penting tentunya kita memahami perbedaan atau mungkin juga persamaan antara komputer dengan televisi di satu sisi dan perbedaan dan atau persamaan komputer dengan mesin ketik.

Paling tidak, pertanyaan yang muncul adalah menyangkut bagaimanakah kita mengusahakan terminasi yang memadai antara BIOS dengan periode yang terbentuk sejak berlakunya status DualCore daripada processor sebagaimana menjadi ikon mutakhir dari produk IT.

Mengenai pertanyaan atas bagaimanakah kita memeriksa Virus dan AntiVirus kisaran pembahasannnya adalah mengenai hal yang mungkin timbul menjadi masalah justru ketika kita menggunakan istilah ANTI dalam program yang digunakan mengatasi gangguan virus-virus yang ada. Bukan tidak mungkin dibutuhkan perlakuan baru ketika konfigurasi AntiVirus malah melahirkan virus-virus baru yang lebih kuat dan sulit diidentifikasi. Salam Perjuangan!

Lawan Kriminalisasi Gerakan Rakyat dan Wujudkan Demokrasi Sejati

                    Demokrasi yang telah diperjuangkan dengan tetesan darah oleh gerakan mahasiswa dan rakyat hingga berhasil menumbangkan rezim otoriter dengan memaksa Soeharto mengumumkan pengunduran diri pada 21 Mei 1998. Kini telah tiada setelah berkuasa selama 32 tahun diatas jutaan nyawa rakyat tak berdosa) namun politik orde baru masih terus berjalan, para kroni Soeharto-orba masih berkuasa hingga saat ini. Berbagai tragedi masa lalu (seperti: pembantaian massal 1965, MALARI , AMARAH, TANJUNG PRIOK, MARSINAH, PAPUA, SEMANGGI) hingga kini belum juga terselesaikan. Alih-alih menyelesaikan pelanggaran HAM masa lalu, kini berbagai pelanggaran HAM dan pembungkaman demokrasi terus dilancarkan oleh pemerintahan pasca Soeharto hingga sekarang Joko Widodo. Sebut saja penembakan petani Takalar, pembunuhan warga pampang Makassar saat aksi menolak kenaikan harga BBM, pemukulan terhadap aksi-aksi mahasiswa, pelarangan pemutaran film-film tertentu, hingga pembubaran paksa aksi damai Gerakan Buruh Indonesia (GBI) yang berlanjut pasa pengkriminalisasian/ancaman pidana.

                    Pemerintahan Joko Widodo jelas hanya berpihak pada kepentingan Modal-investor, tak boleh ada aktivitas yang bisa menghambat laju perputaran kapital. Dengan dalih stabilitas, semua rakyat harus tunduk, tak boleh ada yang melakukan Demo menuntut kesejahteraan, pemutaran film tertentu (Senyap,Samin Vs Semen dll) bahkan diskusi pun dibatasi walau dikampus sekalipun, tempat dimana ide dan intelektualitas dipertarungkan, kini kampus hanya menjadi tempat dimana anak muda di didik untuk menjadi buruh murah yang Patuh. (AMI,30 Oktober 2015)

SUDAH SAATNYA KITA MENGGUGAT DOSEN

Sudah saatnya kita menggugat dosen, mungkin itu kata yang tepat bagi kawan-kawan mahasiswa saat ini. Berbagai banyaknya problematika dosen yang kita liat saat ini , seharusnya sudah mampu menyadarkan mahasiswa agar menggugat dosen.

Dosen bukanlah dewa, dan mahasiswa bukanlah kerbau yang selalu mau digiring(Adaptasi Soe Hoek Gie), Tetapi yang saya harus tegaskan disini gak semua dosen yang harus digugat hanya beberapa. Dosen yang selalu datang terlambat, dosen yang selalu merasa benar, dosen yang tak tahan kritik.... Secara garis besar Mungkin itulah Dosen yang pantas masuk ke keranjang sampah.

Kehendak akan kebenaran  atau Saya tidak pernah salah lah yang mungkin dipakai dosen tersebut untuk mendidik mahasiswanya. Bayangkan saja masih ada saja  dosen yang saya dapati tidak mampu membedakan mendidik dengan mengajar sekaligus tidak memberi contoh teladan yang baik dan masih ada dosen yang salah dalam menyampaikan pasal-pasal... Anehkan???

Sebagai Agent of Change & Social of Control sudah saatnya kita menggugat Dosen!!!!
"MENOLAK TUNDUK MENUNTUT TANGGUNG JAWAB"

Moralitas Itu Berbahaya (Rumah Filsafat)

 Moralitas Itu Berbahaya

Ada satu pola menarik di dalam sejarah. Para pelaku kejahatan terbesar justru adalah orang-orang yang hidup dalam bayang-bayang moralitas. Para penguasa Persia di masa lalu merasa bermoral tinggi, dan melakukan penaklukan ke berbagai penjuru Timur Tengah. Para penguasa Mesir di masa lalu merasa bermoral tinggi, dan memperbudak penduduknya sendiri untuk membangun Piramid.
Orang-orang Yahudi mengaku bangsa bermoral dan bertuhan. Namun, mereka yang menyalibkan Yesus, tanpa alasan yang bisa dipertanggungjawabkan. Kekaisaran Ottoman Turki mengaku bermoral dan bertuhan. Namun, mereka melakukan penaklukan berdarah ke berbagai penjuru negara Timur Tengah.

Eropa mengaku sebagai benua yang beradab dan bertuhan. Namun, mereka memperbudak dan menjajah begitu banyak bangsa selama kurang lebih 500 tahun. Hitler hidup dalam panduan moral yang tinggi. Ia menjadi otak sekaligus pelaksana pembantaian orang-orang Yahudi di masa perang dunia kedua.

Amerika Serikat mengaku bangsa yang bermoral dan bertuhan. Namun, mereka menjadi otak dari begitu banyak pembantaian massal di berbagai penjuru dunia di abad 20. Kini, para teroris dengan pandangan Islam ekstrimisnya menjadi pelaku kekerasan di berbagai penjuru dunia. Mereka juga mengaku bermoral dan bertuhan.

Mengapa ini terjadi? Mengapa orang-orang yang mengaku bermoral, bertuhan dan beragama justru menjadi pelaku kejahatan-kejahatan terbesar di dalam sejarah? Saya berpendapat, bahwa sumber dari segala kejahatan ini justru lahir dari moralitas itu sendiri. Moralitas bukanlah solusi atas kejahatan, melainkan justru akar dari kejahatan itu sendiri.


Moralitas

Moralitas adalah pertimbangan baik dan buruk. Apakah suatu tindakan baik? Apakah suatu tindakan buruk? Keputusan apa yang baik untuk saya ambil? Inilah kiranya pertanyaan-pertanyaan terkait dengan moralitas.

Kita juga seringkali menggunakan pertimbangan moral dalam membuat keputusan-keputusan penting dalam hidup. Apakah pernikahan baik untuk saya? Pekerjaan mana yang baik untuk saya? Jahatkah saya, jika saya mengambil keputusan ini?

Satu hal yang pasti adalah, bahwa moralitas adalah pertimbangan pikiran. Ia terjadi di dalam pikiran manusia. Ia tidak ada secara nyata dan empiris di dalam kenyataan sehari-hari. Moralitas bukanlah kenyataan alamiah.

Apa itu kenyataan alamiah? Sesungguhnya, kenyataan alamiah tidak memiliki konsep atau kata untuk menjelaskannya. Ia adalah “sesuatu”. Para filsuf Eropa menyebutnya sebagai “Ada” (Being, Sein, to on). Para mistikus India menyebutnya sebagai “Diri” (the Self). Namun, sejatinya, ia tak bisa dijelaskan dengan kata-kata.

Moralitas itu Berbahaya

Lalu, mengapa moralitas itu berbahaya? Moralitas, seperti saya jelaskan sebelumnya, selalu terkait dengan baik dan buruk. Jika sebuah pertimbangan dianggap buruk secara moral, maka orang akan menjauhinya. Jika sebuah pertimbangan dianggap baik secara moral, maka orang akan mengikutinya.

Namun, hidup tidak sesederhana itu. Apa yang buruk biasanya memikat. Apa yang baik biasanya membosankan. Inilah yang sekarang ini banyak terjadi.

Ketika orang melakukan yang buruk, maka ia akan memperoleh kenikmatan sementara. Namun, semua itu akan berakhir pada penyesalan dan penderitaan. Orang akan merasa bersalah, karena ia telah bertindak jahat. Tindakan tersebut telah menyakiti dirinya dan orang lain.

Orang yang suka berbohong memang kelihatan berhasil pada awalnya. Namun, semakin lama, jika ia terus berbohong, ia akan tenggelam di dalam kebohongannya. Ia tidak bisa lagi membedakan kenyataan dan kebohongan yang ia bangun sendiri. Ia pun hidup dalam penderitaan.

Sebaliknya, ketika orang bertindak baik, maka ia akan berusaha untuk mempertahankan tindakannya tersebut. Ia lalu melekat dan terikat dengan tindakan tersebut. Ia tergantung secara emosional dengan tindakan itu. Dalam perjalanan waktu, tindakan baik itu menghasilkan banyak tegangan batin di dalam dirinya.

Tegangan batin, pada akhirnya, akan menghancurkan tindakan baik tersebut. Yang muncul kemudian adalah perasaan bersalah, karena orang tak lagi mampu mempertahankan tindakan baik itu. Orang merasa munafik atau justru menjadi orang yang munafik. Ia justru malah menjadi kejam pada sesamanya dan dirinya sendiri. Tak heran, banyak pelaku kejahatan kejam di dalam sejarah justru adalah orang yang memiliki prinsip moral tinggi, atau bahkan amat religius.

Orang yang memegang erat prinsip jujur akan mengalami ketenangan batin pada awalnya. Namun, ia hanyalah manusia. Ia tidak bisa jujur setiap saat dan setiap waktu. Ada waktunya, ia perlu berbohong, seringkali dengan alasan-alasan yang masuk akal. Orang yang memegang erat prinsip jujur juga pada akhirnya akan berbohong juga. Ini akan melahirkan perasaan bersalah dan penderitaan yang amat dalam pada orang tersebut.

Jadi, tindakan buruk menghasilkan tegangan dan penderitaan. Tindakan baik juga menghasilkan ketegangan dan penderitaan. Keduanya melahirkan tegangan dan ketakutan di dalam batin. Dari  tegangan, penderitaan dan ketakutan batin tersebut, orang justru malah menjadi kejam pada orang lain, dan pada dirinya sendiri. Ini seperti lingkaran setan yang tak bisa diputuskan.

Moralitas menghasikan semacam keterpecahan kepribadian di dalam diri manusia. Ia terbelah antara harapan tentang dirinya sendiri, dan keadaan nyata di depan matanya tentang dirinya sendiri. Moralitas menghasilkan semacam neurosis di dalam pikiran manusia. Ia memiliki fungsi terbalik, yakni justru mendorong orang untuk menjadi tidak bermoral.


Moral dan keputusan

Sayangnya, kita seringkali menggunakan pertimbangan moral di dalam membuat keputusan. Pertimbangan moral, dan tindakan yang lahir darinya, selalu melahirkan ketegangan di dalam batin. Ketegangan batin berujung pada penderitaan batin. Banyak orang tak kuat menanggung tegangan dan penderitaan batin tersebut. Mereka justru menjadi orang yang paling kejam.

Maka, menurut saya, moralitas itu berbahaya. Ia mencoba menyelesaikan sebuah masalah dengan menciptakan masalah-masalah baru. Banyak negara yang mengaku bermoral justru bertindak kejam terhadap warganya dan terhadap negara lain. Ini lahir dari tegangan dan penderitaan yang sudah selalu tertanam di dalam moralitas itu sendiri.

Indonesia mengaku sebagai negara bermoral dan beragama. Semua orang berteriak soal moral dan agama. Namun, korupsi dan  kebohongan menyelubungi dunia politik kita. Diskriminasi dan kebencian mewarnai hidup bermasyarakat kita. Kita pun gemar menghukum mati orang-orang yang kita anggap tak layak hidup. Ini contoh yang amat pas untuk menggambarkan bahaya dari moralitas yang justru menghasilkan kemunafikan dan kekejaman.

Panduan Baru: Kejernihan Berpikir

Yang jelas, kita membutuhkan panduan lain dalam hidup kita, selain moralitas. Kita membutuhkan pijakan lain untuk membuat keputusan. Moralitas seolah menjadi jawaban, namun ia seringkali justru melahirkan masalah-masalah baru yang lebih besar. Moralitas adalah sesuatu yang harus dilampaui.

Saya menawarkan panduan lain, yakni kejernihan berpikir. Pertanyaan yang harus diajukan bukanlah “Apakah ini baik atau buruk?”, melainkan “Apakah ini lahir dari kejernihan berpikir, atau tidak?” Pikiran yang jernih berarti lepas dari pertimbangan baik dan buruk. Pikiran yang jernih berarti lepas dari pertimbangan untuk dan rugi.

Pikiran yang jernih bersifat alamiah. Ia muncul dari kesadaran diri manusia, dan bukan dari pertimbangan akal budi, baik-buruk atau untung-rugi. Pikiran yang jernih melihat situasi nyata. Ia bersikap tepat pada setiap keadaan yang terjadi.

Pikiran yang jernih tidak sibuk dengan masa lalu. Pikiran yang jernih menolak untuk melompat ke masa depan. Ia berfokus pada situasi disini dan saat ini. Ia memecahkan masalah sesuai dengan konteksnya masing-masing.

Bagaimana melahirkan kejernihan berpikir? Caranya sederhana: stop melakukan analisis dan stop berpikir! Lakukan apa yang mesti dilakukan disini dan saat ini. Bertindaklah mengalir secara alamiah dari saat ke saat.

Berbohong bukanlah baik atau buruk. Ia amat tergantung pada kontqeks. Berbohong untuk menyelamatkan nyawa orang lain adalah tindakan yang lahir dari kejernihan berpikir. Membunuh untuk mempertahankan diri dan keluarga dari serangan perampok adalah tindakan yang juga lahir dari kejernihan berpikir. Membunuh dan berbohong adalah tindakan yang jernih, jika dilakukan secara tepat pada keadaan-keadaan tertentu.

Melampaui Moralitas

Ketika pertimbangan akal budi masuk, maka kejernihan hilang. Ketika orang sibuk memikirkan baik dan buruk, maka kejernihan hilang. Ketika orang sibuk memikirkan untung dan rugi, maka kejernihan hilang. Orang yang sibuk memikirkan baik dan buruk akan terus mengalami ketegangan di dalam hatinya.

Ia seperti hidup dalam penjara yang dibangun oleh pikirannya sendiri. Hal yang sama terjadi dengan orang yang selalu sibuk melakukan pertimbangan untuk dan rugi di dalam hidupnya. Hidupnya tidak akan pernah lepas dari kecemasan. Dari kecemasan itu, ia bisa bertindak kejam pada orang lain, dan pada dirinya sendiri.

Moralitas melahirkan ketegangan. Ketegangan mendorong sikap agresif. Sikap agresif lahir bisa diarahkan pada orang lain, atau pada diri sendiri. Selama orang masih melekat pada moralitas, selamanya ia akan terjebak pada lingkaran setan ketegangan dan penderitaan hidup.

Jalan keluar dari masalah ini hanya satu: kejernihan berpikir. Orang yang hidup dengan kejernihan pikiran tidak hanya berhasil dalam karir, tetapi juga menemukan kebahagiaan dan kedamaian sejati di dalam batinnya. Ia keluar dari lingkaran setan kehidupan yang dibangun oleh moralitas. Jadi, apakah pikiranmu sudah jernih?

Kajian Teoritis ( Sejarah Gerakan Rakyat)

        Dilihat dari sudut pandang dan sejarah,negara ini bagaikan pelacur(dijajah,dirampas,ditubuhi) lalu ditinggalkan seluruh perhiasan-perhiasan, Negara mulai dirampas pada era 1511 yang notabenenya adalah kenikmatan. Contohnya saja Portugis,Belanda,Inggris,Jepang yang hanya menggerogoti tubuh Hindia Belanda.
        Dilihat dari awal mulanya masuk kolonial di Hindia.Nusantara itu bermuara pada pelayaran Marcopolo dengan kapal Vacto De Gama untuk membuktikan bahwa bumi itu bulat
         Hasil dari pelayaran itulah negara-negara Eropa berbondong-bondong masuk ke Hindu karena melihat dua pulau dari hasil pelayaran Marcopolo yaitu pulau emas
Di Papua dan Pulau padi Di Kalimantan. Inilah cikal bakal masuknya para kolonial di bumi nusantara/hindia Belanda (01/April/2016)
http://www.resepkuekeringku.com/2014/11/resep-donat-empuk-ala-dunkin-donut.html http://www.resepkuekeringku.com/2015/03/resep-kue-cubit-coklat-enak-dan-sederhana.html http://www.resepkuekeringku.com/2014/10/resep-donat-kentang-empuk-lembut-dan-enak.html http://www.resepkuekeringku.com/2014/07/resep-es-krim-goreng-coklat-kriuk-mudah-dan-sederhana-dengan-saus-strawberry.html http://www.resepkuekeringku.com/2014/06/resep-kue-es-krim-goreng-enak-dan-mudah.html http://www.resepkuekeringku.com/2014/09/resep-bolu-karamel-panggang-sarang-semut-lembut.html