Tanah merupakan sumber daya penting dan strategis karena menyangkut hajat hidup seluruh rakyat Indonesia yang sangat mendasar. Disamping itu tanah juga memiliki karakteristik yang bersifat multi-dimensi, multi-sektoral, multi-disiplin dan memiliki kompleksitas yang tinggi. Sebagaimana diketahui masalah tanah memang merupakan masalah yang sarat dengan berbagai kepentingan, baik ekonomi, sosial, politik, bahkan untuk Indonesia, tanah juga mempunyai nilai religius yang tidak dapat diukur secara ekonomis. Sifat konstan tanah dan terus bertambahnya manusia yang membutuhkan tanah semakin menambah tinggi nilai tanah.
Dari waktu ke waktu, seiring dengan pertambahan penduduk, kemajuan teknologi dan industri, serta pergeseran budaya, jumlah kebutuhan akan tanah terus meningkat. Pergeseran budaya misalnya, telah merubah corak negara Indonesia yang dulu agraris menjadi negara yang secara perlahan mengarah pada negara Industri. Tanah yang dulu menjadi sumber mata pencaharian utama sebagian besar rakyat khususnya di bidang pertanian, kini pemanfaatannya bergeser sebagai lahan yang diperuntukkan bagi industri dan perdagangan.
Pola pemilikan dan penguasaan tanah juga semakin terkonsentrasi pada sekelompok kecil masyarakat baik di pedesaan maupun perkotaan. Keadaan ini berpengaruh pada tingkat kesejahteraan masyarakat, khususnya yang penghidupannya bergantung pada tanah. Kebijakan pembangunan pemerintah yang menitikberatkan pada pertumbuhan ekonomi dengan fokus pembangunan di bidang industri dan perdagangan, tanpa memperhatikan masalah agraria sebagai basis pembangunan telah berdampak pada alih fungsi tanah sekaligus magernalisasi masyarakat pedesaan.
Alih fungsi tanah juga terjadi di daerah perkotaan. Seiring dengan meningkatnya aktivitas pembangunan khususnya di kota-kota besar, banyak lahan dan pemukiman penduduk di sekitar pusat pemerintahan dan pusat perdagangan beralih fungsi menjadi pabrik, pertokoan, atau fasilitas umum lainnya. Meningkatnya kebutuhan akan tanah yang diperuntukkan bagi kegiatan pembangunan baik yang dilakukan oleh pemerintah maupun oleh swasta membawa konsekuensi pada pemerintah untuk menyediakan lahan bagi kegiatan tersebut, sementara lahan yang tersedia bersifat terbatas. Keadaan ini memaksa pemerintah untuk melakukan pengambilalihan tanah rakyat.
prakteknya pengambilalihan tanah untuk kepentingan umum baik yang dilakukan oleh Pemerintah maupun swasta sering kali menjadi salah satu penyebab sengketa atas tanah yang terjadi di hampir seluruh wilayah Indonesia. baik berupa konflik yang disebabkan oleh pengalihan hak milik warga atau hak ulayat masyarakat adat untuk kegiatan pembangunan atau investasi maupun sengketa tanah yang melibatkan pihak aparat seperti TNI dan Kepolisian.
BPN menyebutkan sekitar 2.865 kasus sengketa tanah skala besar yang belum selesai dan berdampak pada terhambatnya penyelesaian pendaftaran dan pemberian hak atas tanah (Sinar Harapan:2007). Tulisan ini mencoba untuk mengkaji apa yang menjadi akar permasalahan konlfik pertanahan di Indonesia dan upaya untuk mengatasi hal tersebut?
Penggunaan Tanah Untuk Kegiatan Pembangunan
Problematika pengelolaan tanah muncul menjadi persoalan besar dan memburuk sejak diberlakukannya Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita) I yang merupakan titik awal pembangunan ekonomi melalui penerapan strategi pertumbuhan ekonomi (Mahanani, 2001: 21). Pelaksanaan strategi ini membutuhkan investasi dan modal besar melalui para investor baik domestik maupun asing, sedangkan kegiatan investasi itu sendiri memerlukan lahan sebagai sarananya baik melalui penggunaan tanah negara yang tersedia maupun melalui pengambilalihan tanah rakyat. Tindakan pengambilalihan tanah yang dilakukan oleh pemerintah tidak jarang dilakukan melalui cara-cara yang otoriter dan pada akhirnya menempatkan rakyat dalam posisi yang berseberangan dengan pemerintah.
Implementasi strategi pembangunan nasional sangat berpengaruh pada pelaksanaan Hak Menguasai Negara yang dilakukan oleh pemerintah, yaitu dengan menerapkan kebijakan pertanahan yang arah dan tujuannya untuk mendukung pelaksanaan pembangunan tersebut. Berbagai peraturan pertanahan dan peraturan lainnya yang memerlukan akses tanah cenderung mengedepankan kepentingan pemilik modal. Lemahnya posisi rakyat terutama terhadap akses informasi pertanahan seperti sertifikasi dan keterbatasan pengetahuan akan hak-hak yang dimilikinya menjadikannya sasaran kesewenang-wenangan.